Kalimat Dua Kata Itu yang Seperti Apa? Mulai Usia Berapa?

Moms and dads, perkembangan bicara si kecil biasanya terlihat kentara di sekitar usia 1 tahun. Di usia tersebut, ia seharusnya mulai mengucapkan kata pertama, seperti “mama” atau “ayah”. Ia juga akan mulai menirukan berbagai kata yang diucapkan oleh orang-orang di sekitarnya. Wah, kita jadi harus lebih berhati-hati dalam berbicara ya, moms and dads!

Setelah si kecil mampu mengucapkan berbagai kata, tahap selanjutnya dalam perkembangan bicara adalah menggabungkan dua kata untuk membentuk kalimat. Nah, sekarang mungkin moms and dads jadi bertanya-tanya, “Kalimat dua kata itu yang seperti apa? Harus muncul mulai usia berapa?”. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, yuk kita simak penjelasan berikut.

Moms and dads, ketika si kecil berusia 1,5 – 2 tahun, ia akan mulai mengucapkan kombinasi dari dua (atau lebih) kata untuk menyampaikan beragam ide di kepalanya. 1 Hal itulah yang dimaksud kalimat dua kata. Contoh kalimatnya seperti, “mau bola” atau “bola jatuh”. Kalimat pertama berarti bahwa si kecil menginginkan bola, sementara kalimat selanjutnya adalah pemberitahuan bahwa ada bola yang terjatuh. Lalu bagaimana jika si kecil mengucapkan “bola bola”? Apakah termasuk kalimat dua kata? Jawabannya adalah tidak termasuk ya, moms and dads. Mengucapkan satu kata secara berulang belum menunjukkan bahwa si kecil mampu menyusun kalimat.

Di rentang usia 1,5 – 2 tahun, selain mengombinasikan dua kata untuk membentuk kalimat pernyataan (contoh: “bola besar”), si kecil juga mulai bisa menggunakan kalimat tanya. 1 Nah, ketika menjawab, moms and dads bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk lebih mengembangkan kosa kata si kecil. Contohnya, ketika si kecil bertanya “Bola mana?”, daripada menjawab “Itu, di sana”, moms and dads bisa mengatakan “Itu, di bawah meja”. Dengan demikian, si kecil akan mendapatkan pengetahuan tentang posisi (di bawah).

“Kalau si kecil sudah menjelang usia 2 tahun, tapi belum bisa juga mengucapkan kalimat dua kata, bagaimana?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus memperhatikan dulu faktor apa saja yang selama ini mungkin menghambat perkembangan bicara si kecil. Berdasarkan penelitian, beberapa faktor yang berisiko menghambat adalah kurangnya stimulasi, adanya sejarah keterlambatan bicara di keluarga, komplikasi medis saat lahir, kondisi sosial-ekonomi keluarga yang kurang baik, dan lamanya durasi menonton televisi atau gadget (screen time). 2,3 Durasi screen time melebihi 2 jam per hari sudah terbukti meningkatkan risiko keterlambatan bicara pada anak berusia 1-3 tahun3 loh, moms and dads! Sebaiknya, anak berusia 2-5 tahun hanya mendapatkan maksimal 1 jam screen time per hari.4 Sementara untuk anak berusia 1,5 – 2 tahun, maksimal sekitar 30 menit per hari dan diutamakan berupa video call.

Jika faktor yang dicurigai menghambat perkembangan bicara si kecil telah terdeteksi, moms and dads akan lebih mudah melakukan intervensi yang sesuai. Misalnya, faktor yang ditemukan adalah durasi screen time yang berlebih. Moms and dads bisa mulai mengurangi dan menggantinya dengan aktivitas yang lebih stimulatif (contoh: membaca buku cerita, bermain boneka bersama). Jika masih kesulitan, hal ini dapat dikonsultasikan ke psikolog anak. Sementara itu, jika faktor penghambat bicara si kecil adalah komplikasi medis, moms and dads tentu dapat segera berkonsultasi ke dokter anak atau terapis wicara.

Nah, setelah menyimak pemaparan sebelumnya, moms and dads pasti jadi lebih paham mengenai tahap perkembangan bicara anak usia 1 – 2 tahun. Moms and dads juga tahu faktor-faktor apa saja yang bisa menghambat perkembangan bicara. Oleh karena itu, yuk kita pantau selalu perkembangan bicara si kecil!

Supervised by Mutia Aprilia Permata Kusumah, M.Psi., Psikolog Anak dari Mentari Anakku

——————————————————————————————-

Referensi:

Miller, L. J., Anzalone, M., Cermak, S. A., Lane, S. J., Osten, B., Wieder, S., & Greenspan, S. (2005). Diagnostic manual for infancy and early childhood: ICDL-DMIC. Bethesda, MD: Interdisciplinary Council on Developmental and Learning Disorders.

Mondal, N., Bhat, B. V., Plakkal, N., Thulasingam, M., Ajayan, P., & Poorna, D. R. (2016). Prevalence and risk factors of speech and language delay in children less than three years of age. Journal of Comprehensive Pediatrics, 7(2), 1-7. Diunduh dari http://comprped.com/en/articles/19837.html

Yasin, A., Aksu, H., Özgür, E., & Özgür, B.G. (2017). Speech and language delay in childhood: A retrospective chart review. ENT Updates, 7(1), 22-27. doi:http://dx.doi.org/10.2399/jmu.2017001004

Wallace I. F., Berkman, N. D., Watson, L. R., Coyne-Beasley, T., Wood, C. T., Cullen, K, & Lohr, K. N. (2015). Screening for speech and language delays and disorders in children age 5 years or younger: A systematic review. Pediatrics, 136 (2), 1-15. Diunduh dari http://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/early/2015/07/02/peds.2014-3889.full.pdf

Open chat
1
Ada yang bisa saya bantu?
Hello
Seamat datang di dfrcollection.com